PROPOSAL
Penelitian
Pendidikan
Penerapan
Model Pembelajaran Discovery Learning pada Materi Luas Permukaan Kubus dan
balok Menggunakan Alat Peraga pada kelas VIII
Disusun Oleh :
Yuliana
Novita Sari
(06081381520037)
Pendidikan
Matematika
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Sriwijaya
Tahun
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah
satu topik pembelajaran matematika adalah bangun ruang sisi datar, merupakan
pengetahuan dasar yang penerapannya banyak ditemukan dalam kegiatan sehari-hari
(Rohmah,2014:4). Contohnya kubus
dan balok, dengan mempelajari materi kubus dan balok ini, dapat dihitung
luas permukaan bak atau volume air yang berada dalam
bak, dan lain sebagainya (Anggita,2016:17).
Kubus dan balok merupakan materi bangun ruang sisi datar yang termasuk dalam
geometri. Menurut Van de Walle (Santoso, 2009:3) menyatakan bahwa Geometri
perlu dipelajari karena alasan berikut : (1) Geometri membantu memiliki
keyakinan yang utuh tentang dunianya. (2) Eksplorasi dalam geometri dapat
membantu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. (3) Geometri memainkan
peran utama dalam bidang lainnya. (4) Geometri digunakan oleh banyak orang
dalam bidang kehidupan sehari-hari. (5) Geometri penuh teka teki dan
menyenangkan.
Geometri
sudah dipelajari sejak di bangku SD, namun masih ditemukan kesulitan dalam
menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan geometri. Hal ini dapat dilihat pada persentase penguasaan
beberapa materi soal matematika ujian nasional, salah satunya dapat dijumpai pada materi bangun ruang sisi datar
ujian nasional tahun pelajaran 2013/2014 baik di
tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional yang belum mencapai 75% ( Andani, 2015:22). Hal
ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa pada materi bangun ruang masih
sangat rendah. Rendahnya hasil
belajar siswa diduga salah satunya terjadi karena penerapan model pembelajaran yang kurang tepat yaitu
pembelajaran yang masih cenderung berpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif dalam
proses pembelajaran (aini,2016:21).
Senada dengan itu menurut Bambang dan Rusdy (2011) Salah satu penyebab kurangnya kemampuan
penalaran dan prestasi matematika siswa adalah proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru di kelas kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran
atau tidak terjadi diskusi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Hasil penelitian Kadir (Rusyida et
al., 2013 dalam siska,2015) menyatakan bahwa faktor
penyebab rendahnya nilai kemampuan
pemecahan siswa ada tiga, yaitu: 1) rendahnya pengetahuan awal siswa; 2)
pembelajaran yang masih konvensional;dan 3) teacher center. Menurut
Rohmah (2015) cara guru mengajar yang hanya menekankan pada penguasaan konsep
yang mengacu pada hafalan belaka, mereka hanya dapat berhitung dan menghafal
rumus, akan tetapi tidak dapat menjelaskannya dari mana rumus tersebut
diperoleh. Hal ini sejalan dengan pendapat Maharani (2013) pada materi bangun ruang,
peserta didik cenderung menghafal konsep maupun rumus-rumus.
Berdasarkan
pernyataan tersebut maka seorang guru memegang peranan penting dalam
keberhasilan belajar siswa maka dari itu guru dituntut memiliki strategi agar
dapat memberikan pembelajaran secara
efektif dan efisien dengan metode pembelajaran yang dapat membuat seorang
peserta didik dapat memahami konsep matematika secara mendasar dan bermakna.
Menurut Ausubel proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru
dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan
konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa. Hal ini
sejalan dengan pendapat Dewi (2011) Perlu adanya suatu persiapan yang matang akan materi yang akan diajarkan,
media pembelajaran, metode, serta pendekatan
pembelajaran. Menurut Rusyida (2013) Pemilihan model pembelajaran
dilakukan oleh guru dengan cermat agar sesuai dengan materi yang akan
disampaikan, sehingga siswa dapat memahami dengan jelas setiap materi yang
disampaikan dan akhirnya mampu memecahkan setiap permasalahan yang muncul pada
setiap materi yang dipelajarinya tersebut. Permendikbud
Nomor 65 Tahun tentang Standar Proses, salah satu model pembelajaran yang
diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran
Discovery (Discovery Learning). Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Ausubel (1968), Discovery learning is an effective learning where
learner is active and teacher is a guide for directing students to the
concepts, principles, generalizations or theories to be gained. Pembelajaran
penemuan merupakan pembelajaran yang efektif di mana siswa aktif dan guru
berperan mengarahkan siswa untuk membentuk suatu konsep, prinsip, generalisasi
atau teori yang bisa diperoleh. Menurut
Bruner discovery learning merupakan sebuah metode pengajaran yang
menekankan pentingnya membantu siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci
suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses
belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personal
discovery (penemuan pribadi).
Geometri merupakan salah satu materi dalam matematika
yang memiliki tingkat keabstrakan tinggi, karena objek yang dibicarakan di
dalamnya merupakan benda-benda pikiran yang sifatnya abstrak (Kanzunnudin,
Zuliana, dan Bintoro, 2013). Berdasarkan pernyataan tersebut
maka dalam meningkatkan hasil belajar pembelajaran geometri dibutuhkan
pengalaman melalui benda-benda konkrit seperti alat peraga. Menurut brunner
untuk memamahi konsep-konsep yang sifatnya abstrak, dibutuhkan wakil
(representasi) yang dapat ditangkap oleh indera manusia. Brunner juga
mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk
memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga yang ditelitinya
itu, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang
terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Menurut Permendiknas No.41 tahun 2007 proses
pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik
untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik.
Dengan menggunakan alat peraga maka proses belajar mengajar akan menciptakan
suasana yang menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
dan mampu memberikan kebermaknaan dalam pembelajaran sehingga dengan itu maka
seorang peserta didik dapat memahami konsep materi lebih mendalam.
Berdasarkan
ulasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran terkhususnya dalam
materi geometri luas permukaan kubus dan balok dapat digunakan model
pembelajaran discovery learning berbantuan alat peraga. Dengan melibatkan peran
aktif siswa, diharapkan siswa dapat belajar dengan lebih bermakna dan memahami
konsep dasar dan mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan luas
permukaan kubus dan balok. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan mengangkat judul “Penerapan Model Pembelajaran Discovery
Learning pada Materi Luas Permukaan Kubus dan Balok Menggunakan Alat Peraga
pada Kelas VIII”
1.2.Perumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dikemukakan rumusan masalahnya adalah
“Apakah penerapan model pembelajaran discovery learning berbantuan alat peraga
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi luas permukaan kubus dan
balok?”
1.3.Tujuan
Penelitian
Tujuan
yang ingin dicapai pada penilitian ini adalah untuk mengetahui Apakah penerapan
model pembelajaran discovery learning menggunakan alat peraga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi luas permukaan kubus dan balok.
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan
diketahuinya penerapan model pembelajaran discovery learning menggunakan alat
peraga dapat meningkatkan hasil belajar matematika khususnya pada materi luas
permukaan kubus dan balok, peneliti dapat memberikan informasi bagi guru dalam
rangka memperbaiki proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
BAB
II
KAJIAN TEORI
KAJIAN TEORI
2.1. Belajar dan Pembelajaran
Matematika
Belajar merupakan usaha
yang dilakukan individu dalam proses perubahan tingkah laku yang bersifat
relatif permanen yang didahului oleh pengetahuan baru atau pengalaman pribadi
individu (Yosela,2013).
Menurut
Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interaksi yang terus menerus antara
individu dengan lingkungan. Bruner
menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk
menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Dari
beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses
yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan ilmu-ilmu baru yang didapat
melalui interaksi aktif antara individu dengan lingkungannya.
pembelajaran matematika adalah suatu proses penyampaian materi pelajaran matematika kepada siswa
oleh
guru yang bertujuan untuk mengadakan daya nalar siswa
secara logis dan sistematis sehingga siswa mampu menyelesaikan persoalan secara matematis
dan
terstruktur dengan ide, gagasan dan prosedur yang
tepat serta untuk tercapainya tujuan pembelajaran (Gustine,2015).
Pembelajaran
matematika
dalam kurikulum
2013
menekankan
pada
proses
pencarian pengetahuan.
Peserta didik diarahkan untuk
menemukan sendiri berbagai fakta,
membangun konsep, serta nilai-nilai
baru yang diperlukan
untuk kehidupannya
dan fokus pembelajarannya diarahkan pada
pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan,
menemukan
dan mengembangkan sendiri fakta, konsep dan nilai-nilai yang
diperlukan (Kemendikbud,2013).
BSNP (2006: 140) merumuskan lima tujuan pembelajaran matematika
adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
a)
Memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep danmengaplikasikan konsep atau
algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
b)
Menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika.
c)
Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d)
Mengomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah.
e)
Memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
2.2. Teori Belajar
Teori
yang mendukung penelitian ini yaitu :
1.
Teori Piaget
Perkembangan kognitif individu
menurut Piaget memberikan pemahaman bahwa dalam pembelajaran hendaknya
disesuaikan dengan perkembangan kognitif peserta didik. Oleh karena itu, tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik (Rani,2011). Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek
fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada
peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Piaget mengemukakan tiga prinsip pembelajaran, yaitu:
a)
Belajar aktif
Proses
pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan, terbentuk dari dalam
sumber belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak perlu diciptakan
suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri.
b)
Belajar lewat
interaksi sosial
Dalam
belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di
antara subjek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama, baik antara
sesama, anak-anak maupun dengan orang dewasa akan membantu perkembangan
kognitif mereka. Lewat interaksi sosial perkembangan kognitif anak akan
mengarah ke banyak pandangan.
c)
Belajar lewat
pengalaman sendiri
Perkembangan
kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata dari
pada bahasa yang digunakan berkomunikasi. Bahasa memang memegang peranan
penting dalam perkembangan kognitif, namun bila menggunakan bahasa yang
digunakan dalam komunikasi tanpa pernah karena pengalaman sendiri maka
perkembangan kognitif anak cenderung ke arah verbal.
Dalam penelitian ini, teori
belajar Piaget sangat mendukung pelaksanaan model Discovery Learning pada siswa SMP yang pembelajarannya sesuai
dengan usia kognitif dan penggunaan alat peraga dapat memberikan kesempatan
bagi siswa untuk bereksperimen pada obyek tersebut, Belajar dengan
pengalaman dapat lebih berarti untuk pemahaman siswa.
2. Jerome
S. Bruner
Bruner berpendapat bahwa belajar
matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur
matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan
antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Dalam setiap
kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah
yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Menurut Gustine (2015) Teori ini menjelaskan bahwa
proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan termasuk konsep, teori,
ide, definisi dan sebagainya melalui contoh-contoh yang menggambarkan atau mewakili
aturan yang menjadi sumbernya. Tiga tahapan agar proses belajar terjadi
secara optimal menurut brunner :
a)
Tahap enaktif, tahap yang dipelajari secara aktif
menggunakan benda-benda konkret atau situasi nyata.
b)
Tahap Ikonik, tahap dimana pengetahuan direpresentasikan
dalam bentuk visual, gambar, atau diagram.
c)
Tahap simbolik, tahap diamana pengetahuan
direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik simbol verbal
(huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika, maupun
lambang-lambang abstrak lainnya.
Teori ini sesuai dengan model Discovery Learning menggunakan
alat peraga yang menuntut keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh
menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan
siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi. Teori Bruner memiliki kaitan dengan Discovery Learning dimana
untuk mengajarkan anak agar mempunyai kemampuan dalam hal menguasai konsep,
teorema, definisi dan
semacamnya, anak harus dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Untuk melekatkan ide atau definisi
tertentu dalam pikiran, anak-anak harus menguasai konsep dengan mencoba dan melakukannya sendiri.
3. Teori Ausubel
Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan
Konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan
pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah
dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam
konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa
dalam proses belajar itu siswa aktif. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel
adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam
menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang
relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.
Terdapat empat prinsip dalam menerapkan teori belajar
bermakna Ausubel. Adapun keempat teori tersebut adalah sebagai berikut
(Wilda,2013):
a) Pengaturan
Awal, dalam hal ini hal yang perlu dilakukan adalah mengarahkan dan membantu
mengingat kembali.
b) Defrensiasi
Progresif, dalam hal ini yang perlu dilakukan adalah menyusun konsep dengan
mengajarkan konsep-konsep tersebut dari inklusif kemudian kurang ingklusif dan
yang paling ingklusif.
c) Belajar
Subordinat, dalam hal ini terjadi bila konsep-konsep tersebut telah dipelajari
sebelumnya.
d) Penyesuaian
Integratif, dalam hal ini materi disusun sedemikian rupa hingga menggerakkan
hirarki konseptual yaitu ke atas dan ke bawah.
Dalam penelitian ini, yang
berkaitan dengan teori belajar Ausubel adalah pembelajaran dengan model Discovery
Learning berbantuan alat peraga. Pada model pembelajaran Discovery
Learning menggunakan alat peraga, siswa dihadapkan pada suatu masalah
kemudian mereka harus memecahkan masalah tersebut sebagai langkah awal
terjadinya penemuan baik itu penemuan model matematika maupun
solusi permasalahannya, sehingga pada
nantinya akan menimbulkan kebermaknaan melalui pengalaman menggunakan alat
peraga.
2.2. Model Discovery Learning
Model Discovery Learning mengarahkan siswa untuk dapat menemukan
sesuatu melalui proses pembelajaran yang dilakoninya. Siswa dilatih untuk
terbiasa menjadi seorang saintis (ilmuwan) (Siska,2015). Model pembelajaran Discovery
berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah, murid
ditempatkan sebagai subjek yang belajar, peranan guru dalam model
pembelajaran Discovery adalah pembimbing belajar dan fasilitator
belajar (Aini,2016). Bruner
berpendapat bahwa belajar merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran
dibandingkan dengan perolehan khusus, yaitu metode penemuan (dicovery). Metode discovery
learning ini mendorong siswa untuk belajar sendiri secara mandiri.
Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah sebagai
berikut :
1) Stimulasi
Kegiatan belajar di mulai dengan
memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan
mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah.
2) Problem
Statement (mengindentifikasi masalah)
Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban
sementara dari masalah tersebut).
3) Data
collection (pengumpulan data)
Memberikan kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut.
4) Data
prosessing (pengolahan data)
Yakni mengolah data yang telah
diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dll. Kemudian data
tersebut ditafsirkan.
5) Verifikasi
Mengadakan pemerksaan secara cermat
untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan
dengan hasil dan processing.
6) Generalisasi
Mengadakan
penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verivikasi.
Dapat
disimpulkan bahwa model discovery learning yaitu model pembelajaran penemuan
yang mengarahkan peserta didik untuk belajar sendiri secara mandiri melatih
berfikir secara ilmiah sehingga terbiasa untuk menjadi seorang saintis.
2.3. Alat Peraga
Matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut
kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa. Untuk itu diperlukan model dan media pembelajaran yang
dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator
pembelajaran.
Alat peraga pendidikan adalah suatu alat yang
dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses
pembelajaran siswa lebih efektif dan efisien (sudjana,2009).
Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah
teknik penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika secara tepat. Untuk
itu perlu dipertimbangkan kapan digunakan dan jenis alat peraga mana yang
sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar dalam memilih dan menggunakan
alat peraga sesuai dengan yang akan dicapai maka perlu diketahui fungsi alat
peraga, yakni sebagai berikut :
1.
Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang
efektif.
2.
Salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru karena meruakan bagian
dalam proses belajar mengajar
3.
Penggunaan bukan semata-mata alat hiburan (pelengkap)
4.
Untuk mempercepat proses pembelajaran.
5.
Untuk mempertinggi mutu pembelajaran.
6.
Sebagai media dalam menanamkan konsep-konsep matematika, memantapkan
pemahaman konsep, dan untuk menunjukkan hubungan antara konsep matematika
dengan dunian sekitarserta aplikasi konsep dalam dunia nyata.
Selain itu, penggunaan alat peraga dalam proses
pembelajaran mempunyai nilai-nilai praktis sebagai berikut:
1.
Alat peraga memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan
lingkungannya.
2.
Alat peraga menghasilkan keseragaman pengamatan
3.
Alat peraga dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru.
4.
Alat peraga dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan
realistis
5.
Alat peraga dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa dalam
belajar.
6.
Alat peraga dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu yang konkrit
sampai kepada yang abstrak.
Alat peraga yang akan digunakan dalam penelitian
ini yaitu bungkus makanan bekas yang berbentuk kubus dan balok yang pada
nantinya akan diamati oleh peserta didik sesuai dengan instruksi dari LKPD yang
diberikan guru sehingga diharapkan mereka dapat memahami konsep-konsep dasar
dan mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan bangun ruang tersebut.
2.4. Materi Pokok Bangun Ruang Kubus dan Balok
Berdasarkan kurikulum 2013 untuk jenjang pendidikan SMP/MTS, kubus dan
balok merupakan salah satu materi mata pelajaran matematika kelas VIII semester
2. Materi kubus dan balok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah materi
kubus dan balok yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran matematika. Standar kompetensi materi kubus dan balok pada kurikulum
2013 yaitu memahami sifat-sifat kubus,
balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya. Salah
satu kompetensi dasar yang digunakan dalam standar kompetensi tersebut
menemukan luas permukaan dan volum kubus, balok, prisma dan limas, tetapi yang
digunakan dalam penelitian ini hanya menemukan luas permukaan kubus dan
balok. Dalam kompetensi dasar tersebut terdapat beberapa indikator yang
harus dipenuhi siswa, yaitu:
1) siswa mampu menghitung luas permukaan kubus serta
balok,
2) siswa mampu menggunakan konsep kubus dan balok
dalam kehidupan seharihari.
1.
Kubus
Luas permukaan kubus adalah jumlah seluruh sisi kubus.
Gambar diatas menunjukkan sebuah kubus yang panjang setiap rusuknya adalah s.
Coba kalian ingat kembali bahwa sebuah kubus memiliki 6 buah sisi yang setiap
rusuknya sama panjang. Karena panjang setiap rusuk kubus s, maka luas
setiap sisi kubus = . Dengan demikian, luas permukaan kubus =
contoh soal :
Hitunglah luas permukaan kubus ABCD.EFGH pada gambar
dibawah ini.
Penyelesaian :
Luas permukaan kubus
Maka luas
permukaan kubus tersebut adalah
2.
Balok
Sama
halnya dengan kubus luas permukaan balok adalah jumlah seluruh sisi balok. Perhatikan
gambar berikut.
·
Sisi ABCD sama dan sebangun dengan sisi
EFGH
·
Sisi ADHE sama dan sebangun dengan sisi BCGF
·
Sisi ABFE sama dan sebangun dengan sisi
DCGH
Akibatnya
diperoleh :
Luas
permukaan ABCD = luas permukaan EFGH =
Luas
permukaan ADHE = luas permukaan BCGF
Luas
permukaan ABFE = luas permukaan DCGH =
Dengan
demikian, luas permukaan balok sama dengan jumlah ketiga pasang sisi yang
saling kongruen pada balok tersebut. luas permukaan balok dirumuskan sebagai
berikut
Luas
permukaan balok
Contoh
soal :
gambar di atas merupakan gambar kotak roti yang digunting
padatiga buah rusuk alas dan atasnya serta satu buah rusuk tegaknya, yang
direbahkan pada bidang datar sehingga membentuk jaring-jaring kotak roti.
Pada gambar didapat sebagai berikut :
Sehingga luas permukaan kotak roti
Jadi, luas seluruh permukaan kotak roti adalah 1.036
BAB
III
METODELOGI PENELITIAN
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian
yang akan digunakan adalah penelitian eksperimen. Eksperimen merupakan metode
yang mengungkapkan hubungan antara dua variabel atau lebih untuk mencari
pengaruh suatu variabel dengan variabel lain. Pada penelitian ini, penelitian
eksperimen yang digunakan adalah penelitian pra eksperimen yaitu penelitian
yang mengandung ciri eksperimental dalam jumlah yang kecil.( Suryabrata, 2004 ).
Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan satu kelas yang diberikan perlakuan
dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning berbantuan alat
peraga.
3.2.
Rancangan penelitian
Rancangan
penelitian yang digunakan adalah One Group Pretest-Posttest
Design. Dalam rancangan ini digunakan satu kelompok subjek. Pertama-tama
dilakukan pengukuran, lalu dikenakan perlakuan untuk jangka waktu tertentu,
kemudian dilakukan pengukuran kedua kalinya. Rancangan ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Pretest
|
Treatment
|
Posttest
|
T1
|
X
|
T2
|
Keterangan :
T1 =Pretest
untuk mengukur mean prestasi belajar sebelum subjek diajar dengan model
pembelajaran discovery learning berbantuan alat peraga
X =pemberian
perlakuan model pembelajaran discovery learning berbantuan alat peraga.
T2 =posttest
untuk mengukur mean prestasi belajar setelah subjek diberi perlakuan.
3.3.
Populasi dan Sampel Penelitian
1.
Populasi
Populasi
adalah keseluruhan objek pengamatan yang menjadi perhatian kita. Populasi dalam
penelitian ini seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 33 Palembang.
2.
Sampel
Sampel
merupakan himpunan bagian dari populasi. Pengambilan sampel harus bersifat
representatif atau mewakili populasi yang ada. Dalam pelaksanaannya, penulis
membutuhkan satu kelas sampel sebagai sampel. Adapun langkah-langkah
pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu:
a. Mengumpulkan
data nilai ujian semester 1, kemudian dihitung rata-rata dan simpangan bakunya.
b. Melakukan
uji normalitas populasi terhadap nilai ujian semester 1. Uji normalitas
bertujuan untuk melihat apakah populasi tersebut berdistribusi normal atau
tidak.
Uji kenormalan yang digunakan adalah uji
khi kuadrat. Adapun prosedur pengujian adalah sebagai berikut :
1. Menentukan
hipotesis
H0 = Populasi berdistribusi normal
H1 = Populasi tidak berdistribusi
normal
2. Menentukan
rata-rata
3. Manentukan
standar deviasi
4. membuat
daftar frekuensi observasi dan frekuensi ekspektasi
a. Rumus
banyak kelas
K = 1 + 3,3 (log n), dengan n banyaknya
data
b. Rentang
(R) = skor terbesar-skor terkecil
c. Banyaknya
kelas (P) =
d. Mencari
=
1. Cari dengan derajat
kebebasan (dk) = banyak kelas – 3 dan taraf kepercayaan 95% atau taraf
signifikansi = 5 %
2. kriteria
pengujian
jika maka diterima
jika maka ditolak dan diterima
c. Uji
homogenitas varians
Uji homogenitas
tujuannya adalah untuk mengetahui apakah populasi mempunyai variansi homogen
atau tidak. Untuk melihat homogen atau tidaknya varians dari kelompok data
maka digunakan uji F.
Uji homogenitas dilakukan uji F
dengan rumus :
Keterangan
:
= Varians
terbatas
= varians
terkecil
Jika
harga sudah diketahui,
maka harga tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga yang terdapat dalam daftar distribusi F pada
tingkat kepercayaan 95 %. Jika lebih kecil dari
harga berarti kedua kelompok sampel memiliki varian
yang homogen.
d. Melakukan
uji kesamaan rata-rata dengan menggunakan uji analisis variansi satu arah. Adapun
langkah-langkah dalam menguji kesamaan rata-rata populasi adalah:
1. Membuat
hipotesis
2. Menentukan
taraf nyata
3. Menentukan
wilayah kritiknya
4. Menentukan
perhitungan dengan bantuan tabel
5. Keputusannya
3.4.
Variabel dan Data Penelitian
1.
Variabel
penelitian
Variabel
adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian atau
faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.
Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel
bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya
variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perlakuan berupa
penerapan model pembelajaran discovery learning berbantuan alat peraga pada
materi luas permukaan kubus dan balok.
b. Variabel
terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya
variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu hasil belajar
matematika siswa kelas VIII.
2.
Data
Penelitian
Jenis
data dalam penelitian ini adalah:
a. Data
primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari
sumber-sumbernya. Data primer dalam penelitian ini adalah data hasil belajar
siswa yang diperoleh di kelas sampel.
b. Data
sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui
dokumen-dokumen atau data yang diarsipkan. Data sekunder dalam penelitian ini
adalah data jumlah siswa.
3.5.
Prosedur Penelitian
1.
Tahap
persiapan
a. Meninjau
sekolah tempat penelitian diadakan
b. Mengajukan
surat permohonan penelitian
c. Konsultasi
dengan guru bidang studi yang bersangkutan
d. Menetapkan
jadwal penelitian, jadwal penelitian disusun setelah peneliti mendapatkan
informasi tentang waktu pengajaran
e. Menetapkan
sampel penelitian dengan teknik random sampling
f. Mempersiapkan
perangkat pembelajaran yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar
kerja peserta didik (LKPD).
g. Mempersiapkan
kisi-kisi soal pretest dan posttest
h. Menyusun
soal prestest dan posttest
i.
Melakukan validasi RPP, LKPD, dan soal
pretest dan posttest kepada tim ahli yaitu guru bidang studi matematika dan
dosen.
j.
Melakukan pengujian soal pretest dan
posttest
2.
Tahap
pelaksanaan
Penelitian
ini menggunakan satu kelas sampel, yaitu kelas eksperimen. Pada kelas
eksperimen peneliti melaksanakan model pembelajaran discovery learning
berbantuan alat peraga. Sebelum kelas sampel diberikan perlakuan, terlebih
dahulu kelas sampel diberikan pretest untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Setelah itu, kelas sampel diberikan perlakuan dengan model pembelajaran
discovery learning berbantuan alat peraga.
3. Tahap
Penyelesaian
Pada
tahap penyelesaian, kelas sampel diberikan posttes, kemudian hasil tes dari
kelas sampel diolah serta dianalisis untuk menentukan apakah hasil posttes yang
diberikan meningkat dibandingkan hasil pretest yang telah diberikan sebelumnya.
3.6. Instrument Penelitian
Instrument
yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah tes tertulis
untuk melihat hasil belajar siswa dari aspek kognitif. Tes hasil belajar yang
digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa adalah tes yang berbentuk essai
karena bisa mendorong siswa untuk mengintegrasikan ide-idenya sendiri. Dalam
penyusunan tes tersebut, peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan
tujuan mengadakan tes yaitu pretest untuk mengetahui hasil belajar siswa
sebelum diberikan perlakuan dan posttest untuk mengetahui hasil belajar siswa
setelah diberi perlakuan.
2. Membuat
batasan terhadap materi yang akan diuji.
3. Membuat
kisi-kisi soal uji coba tes.
4. Menyusun
butir-butir soal tes berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
5. Membuat
kunci jawaban atau pembahasan soal tes hasil belajar.
6. Melakukan
validasi tes kepada tim ahli.
7. Melakukan
uji coba tes.
8. Analisis
butir soal tes
3.7.
Teknik analisis data
Analisis
terhadap tes kelas sampel dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis yang
ditujukan dalam penelitian. Perbedaan hasil belajar matematika dari perlakuan
yang diberikan signifikan atau tidak, dapat ditentukan dengan melakukan uji t.
Referensi
Aini, I. M. (2016). Pengaruh Penggunaan
Model Pembelajaran Discovery Learning (DL) terhadap Hasil Belajar Tematik Siswa
Kelas V SD Negeri 2 Labuhan Ratu Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015. Skripsi. Universitas Bandar Lampung.
Anandita, G. P. (2015). Analisis
Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP kelas VIII pada Materi Kubus dan Balok.
Skripsi. UNNES
Andani, S. N. (2015). Keefektifann Model Discovery Learning
Berbantuan Prakarya Origami Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas
VIII. Skripsi. UNNES
Anggita, T. D. (2016). Analisis Kesalahan Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Bangun
Ruang Sisi Datar Kubus dan Balok Pada Siswa Kelas VIIIB. Skripsi.
Universitas PGRI Yogyakarta
Dewi, R. K. (2011). Pengembangan Multimedia Pembelajaran “Math-Tainment: Materi Pokok Garis
dan Sudut untuk SMP Kelas VII. Skripsi. UNY
Kanzunnudin, M., Zuliana, E, & Bintoro, H. S. (2012). Peranan Metode
Guide Discovery Learning Berbantuan Lembar Kegiatan Siswa dalam Peningkatan
Prestasi Belajar Matematika. Dosen
Program Studi PGSD FKIP Universitas Muria Kudus. PROSIDING Seminar Nasional30
Maret 2013
Maharani, Y. S. 2013. Keefektifan
Model STAD Berbasis Pendidikan Karakter Berbantuan CD Pembelajaran terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah pada Materi Prisma dan Limas Kelas VIII SMP Negeri
1 Lasem. Skripsi. UNNES
Riyanto, B., & Rusdy, A. (2011).
Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Prestasi Matematika dengan Pendekatan
Konstruktivisme pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pendidikan Matematika, volume 5. No.2
Rusyida, W. Y. (2013). Studi Komparaif Model Pembelajaran CTL dan
Model Eliciting Activities (MEA) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 1 Ungaran Materi Pokok Lingkatan. Skripsi. UNNES.
Shanti, I. L., Budiyono, Isnandar, S. (2015).
Ekperimentasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Discovery
Learning (DL), dan Prombelm Possing (PP) Ditinjau dari Kecerdasan Majemuk Siswa
pada Materi Kubus dan Balok SMP Negeri Kabupaten Demak Tahun Ajaran 2014/2015. Jurnal
Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685 Vol.3, No.8, hal 811-823
Oktober 2015
Sukayasa. (2012).
Penerapan Pendekatan Konstruktivis untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa SD
Karunadipa Palu pada Konsep Volume Bangun Ruang. Jurnal Peluang, Volume 1, Nomor 1,
Sumadi
Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),
h.99