Jumat, 05 Mei 2017

proposal penelitian

PROPOSAL
Penelitian Pendidikan




Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning pada Materi Luas Permukaan Kubus dan balok Menggunakan Alat Peraga pada kelas VIII


Disusun Oleh :
Yuliana Novita Sari
(06081381520037)





Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya
Tahun 2017


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang

Salah satu topik pembelajaran matematika adalah bangun ruang sisi datar, merupakan pengetahuan dasar yang penerapannya banyak ditemukan dalam kegiatan sehari-hari (Rohmah,2014:4). Contohnya kubus dan balok, dengan mempelajari materi kubus dan balok ini, dapat dihitung luas permukaan bak atau volume air yang berada dalam bak, dan lain sebagainya (Anggita,2016:17). Kubus dan balok merupakan materi bangun ruang sisi datar yang termasuk dalam geometri. Menurut Van de Walle (Santoso, 2009:3) menyatakan bahwa Geometri perlu dipelajari karena alasan berikut : (1) Geometri membantu memiliki keyakinan yang utuh tentang dunianya. (2) Eksplorasi dalam geometri dapat membantu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. (3) Geometri memainkan peran utama dalam bidang lainnya. (4) Geometri digunakan oleh banyak orang dalam bidang kehidupan sehari-hari. (5) Geometri penuh teka teki dan menyenangkan.
Geometri sudah dipelajari sejak di bangku SD, namun masih ditemukan kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan geometri. Hal ini dapat dilihat pada persentase penguasaan beberapa materi soal matematika ujian nasional, salah satunya dapat dijumpai pada materi bangun ruang sisi datar ujian nasional tahun pelajaran 2013/2014 baik di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional yang belum mencapai 75% ( Andani, 2015:22). Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa pada materi bangun ruang masih sangat rendah. Rendahnya hasil belajar siswa diduga salah satunya terjadi karena penerapan model pembelajaran yang kurang tepat yaitu pembelajaran yang masih cenderung berpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran (aini,2016:21). Senada dengan itu menurut Bambang dan Rusdy (2011)  Salah satu penyebab kurangnya kemampuan penalaran dan prestasi matematika siswa adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran atau tidak terjadi diskusi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Hasil penelitian Kadir (Rusyida et al., 2013 dalam siska,2015) menyatakan bahwa faktor penyebab rendahnya nilai kemampuan pemecahan siswa ada tiga, yaitu: 1) rendahnya pengetahuan awal siswa; 2) pembelajaran yang masih konvensional;dan 3) teacher center. Menurut Rohmah (2015) cara guru mengajar yang hanya menekankan pada penguasaan konsep yang mengacu pada hafalan belaka, mereka hanya dapat berhitung dan menghafal rumus, akan tetapi tidak dapat menjelaskannya dari mana rumus tersebut diperoleh. Hal ini sejalan dengan pendapat Maharani (2013) pada materi bangun ruang, peserta didik cenderung menghafal konsep maupun rumus-rumus.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka seorang guru memegang peranan penting dalam keberhasilan belajar siswa maka dari itu guru dituntut memiliki strategi agar dapat  memberikan pembelajaran secara efektif dan efisien dengan metode pembelajaran yang dapat membuat seorang peserta didik dapat memahami konsep matematika secara mendasar dan bermakna. Menurut Ausubel proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Dewi (2011) Perlu adanya suatu persiapan yang matang akan materi yang akan diajarkan, media pembelajaran, metode, serta pendekatan pembelajaran. Menurut Rusyida (2013) Pemilihan model pembelajaran dilakukan oleh guru dengan cermat agar sesuai dengan materi yang akan disampaikan, sehingga siswa dapat memahami dengan jelas setiap materi yang disampaikan dan akhirnya mampu memecahkan setiap permasalahan yang muncul pada setiap materi yang dipelajarinya tersebut. Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang Standar Proses, salah satu model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran Discovery (Discovery Learning). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ausubel (1968), Discovery learning is an effective learning where learner is active and teacher is a guide for directing students to the concepts, principles, generalizations or theories to be gained.  Pembelajaran penemuan merupakan pembelajaran yang efektif di mana siswa aktif dan guru berperan mengarahkan siswa untuk membentuk suatu konsep, prinsip, generalisasi atau teori yang bisa diperoleh. Menurut Bruner discovery learning merupakan sebuah metode pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personal discovery (penemuan pribadi).
Geometri merupakan salah satu materi dalam matematika yang memiliki tingkat keabstrakan tinggi, karena objek yang dibicarakan di dalamnya merupakan benda-benda pikiran yang sifatnya abstrak (Kanzunnudin, Zuliana, dan Bintoro, 2013). Berdasarkan pernyataan tersebut maka dalam meningkatkan hasil belajar pembelajaran geometri dibutuhkan pengalaman melalui benda-benda konkrit seperti alat peraga. Menurut brunner untuk memamahi konsep-konsep yang sifatnya abstrak, dibutuhkan wakil (representasi) yang dapat ditangkap oleh indera manusia. Brunner juga mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga yang ditelitinya itu, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Menurut Permendiknas No.41 tahun 2007 proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dengan menggunakan alat peraga maka proses belajar mengajar akan menciptakan suasana yang menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, dan mampu memberikan kebermaknaan dalam pembelajaran sehingga dengan itu maka seorang peserta didik dapat memahami konsep materi lebih mendalam.
Berdasarkan ulasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran terkhususnya dalam materi geometri luas permukaan kubus dan balok dapat digunakan model pembelajaran discovery learning berbantuan alat peraga. Dengan melibatkan peran aktif siswa, diharapkan siswa dapat belajar dengan lebih bermakna dan memahami konsep dasar dan mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan luas permukaan kubus dan balok. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul “Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning pada Materi Luas Permukaan Kubus dan Balok Menggunakan Alat Peraga pada Kelas VIII”
1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dikemukakan rumusan masalahnya adalah “Apakah penerapan model pembelajaran discovery learning berbantuan alat peraga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi luas permukaan kubus dan balok?”

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penilitian ini adalah untuk mengetahui Apakah penerapan model pembelajaran discovery learning menggunakan alat peraga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi luas permukaan kubus dan balok.

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan diketahuinya penerapan model pembelajaran discovery learning menggunakan alat peraga dapat meningkatkan hasil belajar matematika khususnya pada materi luas permukaan kubus dan balok, peneliti dapat memberikan informasi bagi guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

















BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Belajar dan Pembelajaran Matematika

Belajar merupakan usaha yang dilakukan individu dalam proses perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen yang didahului oleh pengetahuan baru atau pengalaman pribadi individu (Yosela,2013). Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interaksi yang terus menerus antara individu dengan lingkungan. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan ilmu-ilmu baru yang didapat melalui interaksi aktif antara individu dengan lingkungannya.
pembelajaran matematika adalah suatu proses penyampaian materi pelajaran matematika kepada siswa oleh guru yang bertujuan untuk mengadakan daya nalar siswa secara logis dan sistematis sehingga siswa mampu menyelesaikan persoalan secara matematis dan terstruktur dengan ide, gagasan dan prosedur yang tepat serta untuk tercapainya tujuan pembelajaran (Gustine,2015).
Pembelajaran matematika dalam kurikulum  2013  menekankan  pada  proses pencarian pengetahuan. Peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, serta nilai-nilai baru  yang  diperlukan  untuk  kehidupannya dan fokus pembelajarannya diarahkan pada pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep dan nilai-nilai  yang  diperlukan  (Kemendikbud,2013).
BSNP (2006: 140) merumuskan lima tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
a)      Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep danmengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
b)      Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c)      Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d)     Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e)      Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.2. Teori Belajar

            Teori yang mendukung penelitian ini yaitu :

1.      Teori Piaget

Perkembangan kognitif individu menurut Piaget memberikan pemahaman bahwa dalam pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan perkembangan kognitif peserta didik. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik (Rani,2011). Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Piaget mengemukakan tiga prinsip pembelajaran, yaitu:
a)      Belajar aktif
Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan, terbentuk dari dalam sumber belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri.
b)      Belajar lewat interaksi sosial
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara subjek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama, baik antara sesama, anak-anak maupun dengan orang dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka. Lewat interaksi sosial perkembangan kognitif anak akan mengarah ke banyak pandangan.
c)      Belajar lewat pengalaman sendiri
Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata dari pada bahasa yang digunakan berkomunikasi. Bahasa memang memegang peranan penting dalam perkembangan kognitif, namun bila menggunakan bahasa yang digunakan dalam komunikasi tanpa pernah karena pengalaman sendiri maka perkembangan kognitif anak cenderung ke arah verbal.
Dalam penelitian ini, teori belajar Piaget sangat mendukung pelaksanaan model Discovery Learning pada siswa SMP yang pembelajarannya sesuai dengan usia kognitif dan penggunaan alat peraga dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk bereksperimen pada obyek tersebut, Belajar dengan pengalaman dapat lebih berarti untuk pemahaman siswa.

2.      Jerome S. Bruner

Bruner berpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Menurut Gustine (2015) Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan termasuk konsep, teori, ide, definisi dan sebagainya melalui contoh-contoh yang menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi sumbernya. Tiga tahapan agar proses belajar  terjadi secara optimal menurut brunner :
a)      Tahap enaktif, tahap yang dipelajari secara aktif menggunakan benda-benda konkret atau situasi nyata.
b)    Tahap Ikonik, tahap dimana pengetahuan direpresentasikan dalam bentuk visual, gambar, atau diagram.
c)     Tahap simbolik, tahap diamana pengetahuan direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik simbol verbal (huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak lainnya.
Teori ini sesuai dengan model Discovery Learning menggunakan alat peraga yang menuntut keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi. Teori Bruner memiliki kaitan dengan Discovery Learning dimana untuk mengajarkan anak agar mempunyai kemampuan dalam hal menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya, anak harus dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Untuk melekatkan ide atau definisi tertentu dalam pikiran, anak-anak harus menguasai konsep dengan mencoba dan melakukannya sendiri.
3.      Teori Ausubel

Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.
Terdapat empat prinsip dalam menerapkan teori belajar bermakna Ausubel. Adapun keempat teori tersebut adalah sebagai berikut (Wilda,2013):
a)      Pengaturan Awal, dalam hal ini hal yang perlu dilakukan adalah mengarahkan dan membantu mengingat kembali.
b)      Defrensiasi Progresif, dalam hal ini yang perlu dilakukan adalah menyusun konsep dengan mengajarkan konsep-konsep tersebut dari inklusif kemudian kurang ingklusif dan yang paling ingklusif.
c)      Belajar Subordinat, dalam hal ini terjadi bila konsep-konsep tersebut telah dipelajari sebelumnya.
d)     Penyesuaian Integratif, dalam hal ini materi disusun sedemikian rupa hingga menggerakkan hirarki konseptual yaitu ke atas dan ke bawah.
Dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan teori belajar Ausubel adalah pembelajaran dengan model Discovery Learning berbantuan alat peraga. Pada model pembelajaran Discovery Learning menggunakan alat peraga, siswa dihadapkan pada suatu masalah kemudian mereka harus memecahkan masalah tersebut sebagai langkah awal terjadinya penemuan baik itu penemuan model matematika maupun solusi permasalahannya, sehingga pada nantinya akan menimbulkan kebermaknaan melalui pengalaman menggunakan alat peraga.

2.2. Model Discovery Learning

Model Discovery Learning  mengarahkan siswa untuk dapat menemukan sesuatu melalui proses pembelajaran yang dilakoninya. Siswa dilatih untuk terbiasa menjadi seorang saintis (ilmuwan) (Siska,2015). Model pembelajaran Discovery berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah, murid ditempatkan sebagai subjek yang belajar, peranan guru dalam model pembelajaran Discovery adalah pembimbing belajar dan fasilitator belajar (Aini,2016). Bruner berpendapat bahwa belajar merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan perolehan khusus, yaitu metode penemuan (dicovery). Metode discovery learning ini mendorong siswa untuk belajar sendiri secara mandiri. Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah sebagai berikut :
1)      Stimulasi
Kegiatan belajar di mulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2)      Problem Statement (mengindentifikasi masalah)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah tersebut).
3)      Data collection (pengumpulan data)
Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut.
4)      Data prosessing (pengolahan data)
Yakni mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan.
5)      Verifikasi
Mengadakan pemerksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing.
6)      Generalisasi
Mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan  hasil verivikasi.
Dapat disimpulkan bahwa model discovery learning yaitu model pembelajaran penemuan yang mengarahkan peserta didik untuk belajar sendiri secara mandiri melatih berfikir secara ilmiah sehingga terbiasa untuk menjadi seorang saintis.

2.3. Alat Peraga

Matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Untuk itu diperlukan model dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran.
Alat peraga pendidikan adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses pembelajaran siswa lebih efektif dan efisien (sudjana,2009).
Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah teknik penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika secara tepat. Untuk itu perlu dipertimbangkan kapan digunakan dan jenis alat peraga mana yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar dalam memilih dan menggunakan alat peraga sesuai dengan yang akan dicapai maka perlu diketahui fungsi alat peraga, yakni sebagai berikut :
1.      Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2.      Salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru karena meruakan bagian dalam proses belajar mengajar
3.      Penggunaan bukan semata-mata alat hiburan (pelengkap)
4.      Untuk mempercepat proses pembelajaran.
5.      Untuk mempertinggi mutu pembelajaran.
6.      Sebagai media dalam menanamkan konsep-konsep matematika, memantapkan pemahaman konsep, dan untuk menunjukkan hubungan antara konsep matematika dengan dunian sekitarserta aplikasi konsep dalam dunia nyata.
Selain itu, penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran mempunyai nilai-nilai praktis sebagai berikut:
1.      Alat peraga memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungannya.
2.      Alat peraga menghasilkan keseragaman pengamatan
3.      Alat peraga dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru.
4.      Alat peraga dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realistis
5.      Alat peraga dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa dalam belajar.
6.      Alat peraga dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu yang konkrit sampai kepada yang abstrak.
Alat peraga yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu bungkus makanan bekas yang berbentuk kubus dan balok yang pada nantinya akan diamati oleh peserta didik sesuai dengan instruksi dari LKPD yang diberikan guru sehingga diharapkan mereka dapat memahami konsep-konsep dasar dan mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan bangun ruang tersebut.

2.4. Materi Pokok Bangun Ruang Kubus dan Balok

Berdasarkan kurikulum 2013 untuk jenjang pendidikan SMP/MTS, kubus dan balok merupakan salah satu materi mata pelajaran matematika kelas VIII semester 2. Materi kubus dan balok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah materi kubus dan balok yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran matematika. Standar kompetensi materi kubus dan balok pada kurikulum 2013  yaitu memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya. Salah satu kompetensi dasar yang digunakan dalam standar kompetensi tersebut menemukan luas permukaan dan volum kubus, balok, prisma dan limas, tetapi yang digunakan dalam penelitian ini hanya menemukan luas permukaan kubus dan balok. Dalam kompetensi dasar tersebut terdapat beberapa indikator yang harus dipenuhi siswa, yaitu:
1) siswa mampu menghitung luas permukaan kubus serta balok,
2) siswa mampu menggunakan konsep kubus dan balok dalam kehidupan seharihari.

1.      Kubus
Luas permukaan kubus adalah jumlah seluruh sisi kubus.
Gambar diatas menunjukkan sebuah kubus yang panjang setiap rusuknya adalah s. Coba kalian ingat kembali bahwa sebuah kubus memiliki 6 buah sisi yang setiap rusuknya sama panjang. Karena panjang setiap rusuk kubus s, maka luas setiap sisi kubus = . Dengan demikian, luas permukaan kubus =
Rounded Rectangle: Luas permukaan kubus = 6s^2
 



contoh soal :
Hitunglah luas permukaan kubus ABCD.EFGH pada gambar dibawah ini.
Penyelesaian :
Luas permukaan kubus
                                     

                                            
                                            
Maka luas permukaan kubus tersebut adalah

2.      Balok

Sama halnya dengan kubus luas permukaan balok adalah jumlah seluruh sisi balok. Perhatikan gambar berikut.
·         Sisi ABCD sama dan sebangun dengan sisi EFGH
·         Sisi ADHE sama dan sebangun dengan sisi BCGF
·         Sisi ABFE sama dan sebangun dengan sisi DCGH
Akibatnya diperoleh :
Luas permukaan ABCD = luas permukaan EFGH =
Luas permukaan ADHE = luas permukaan BCGF
Luas permukaan ABFE = luas permukaan DCGH =
Dengan demikian, luas permukaan balok sama dengan jumlah ketiga pasang sisi yang saling kongruen pada balok tersebut. luas permukaan balok dirumuskan sebagai berikut
Luas permukaan balok
Rounded Rectangle: Luas permukaan balok =2[(p×l)+(l×t)+(p×t)]                                            


Contoh soal :

gambar di atas merupakan gambar kotak roti yang digunting padatiga buah rusuk alas dan atasnya serta satu buah rusuk tegaknya, yang direbahkan pada bidang datar sehingga membentuk jaring-jaring kotak roti.
Pada gambar didapat sebagai berikut :
Sehingga luas permukaan kotak roti
                                                           
                                                           
                                                           
                                                           
                                                           
Jadi, luas seluruh permukaan kotak roti adalah 1.036




















BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan digunakan adalah penelitian eksperimen. Eksperimen merupakan metode yang mengungkapkan hubungan antara dua variabel atau lebih untuk mencari pengaruh suatu variabel dengan variabel lain. Pada penelitian ini, penelitian eksperimen yang digunakan adalah penelitian pra eksperimen yaitu penelitian yang mengandung ciri eksperimental dalam jumlah yang kecil.( Suryabrata, 2004 ). Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan satu kelas yang diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning berbantuan alat peraga.
3.2. Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah One Group Pretest-Posttest Design. Dalam rancangan ini digunakan satu kelompok subjek. Pertama-tama dilakukan pengukuran, lalu dikenakan perlakuan untuk jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran kedua kalinya. Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Pretest
Treatment
Posttest
T1
X
T2

Keterangan :
T1        =Pretest untuk mengukur mean prestasi belajar sebelum subjek diajar dengan model pembelajaran discovery learning berbantuan alat peraga
X         =pemberian perlakuan model pembelajaran discovery learning berbantuan alat peraga.
T2        =posttest untuk mengukur mean prestasi belajar setelah subjek diberi perlakuan.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
1.      Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek pengamatan yang menjadi perhatian kita. Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 33 Palembang.

2.      Sampel
Sampel merupakan himpunan bagian dari populasi. Pengambilan sampel harus bersifat representatif atau mewakili populasi yang ada. Dalam pelaksanaannya, penulis membutuhkan satu kelas sampel sebagai sampel. Adapun langkah-langkah pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu:
a.       Mengumpulkan data nilai ujian semester 1, kemudian dihitung rata-rata dan simpangan bakunya.
b.      Melakukan uji normalitas populasi terhadap nilai ujian semester 1. Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah populasi tersebut berdistribusi normal atau tidak.
Uji kenormalan yang digunakan adalah uji khi kuadrat. Adapun prosedur pengujian adalah sebagai berikut :
1.      Menentukan hipotesis
H0 = Populasi berdistribusi normal
H1 = Populasi tidak berdistribusi normal
2.      Menentukan rata-rata
3.      Manentukan standar deviasi
4.      membuat daftar frekuensi observasi dan frekuensi ekspektasi
a.       Rumus banyak kelas
K = 1 + 3,3 (log n), dengan n banyaknya data
b.      Rentang (R) = skor terbesar-skor terkecil
c.       Banyaknya kelas (P) = 
d.      Mencari
1.      Cari dengan derajat kebebasan (dk) = banyak kelas – 3 dan taraf kepercayaan 95% atau taraf signifikansi = 5 %
2.      kriteria pengujian
jika  maka  diterima
jika maka  ditolak dan  diterima
c.       Uji homogenitas varians
Uji homogenitas tujuannya adalah untuk mengetahui apakah populasi mempunyai variansi homogen atau tidak. Untuk melihat homogen atau tidaknya varians dari kelompok data maka digunakan uji F.
Uji homogenitas dilakukan uji F dengan rumus :
Keterangan :
 = Varians terbatas
 = varians terkecil
Jika harga  sudah diketahui, maka harga tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga  yang terdapat dalam daftar distribusi F pada tingkat kepercayaan 95 %. Jika  lebih kecil dari harga   berarti kedua kelompok sampel memiliki varian yang homogen.
d.      Melakukan uji kesamaan rata-rata dengan menggunakan uji analisis variansi satu arah. Adapun langkah-langkah dalam menguji kesamaan rata-rata populasi adalah:
1.      Membuat hipotesis
2.      Menentukan taraf nyata
3.      Menentukan wilayah kritiknya
4.      Menentukan perhitungan dengan bantuan tabel
5.      Keputusannya
3.4. Variabel dan Data Penelitian
1.      Variabel penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian atau faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah:
a.       Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perlakuan berupa penerapan model pembelajaran discovery learning berbantuan alat peraga pada materi luas permukaan kubus dan balok.
b.      Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu hasil belajar matematika siswa kelas VIII.
2.      Data Penelitian
Jenis data dalam penelitian ini adalah:
a.       Data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumbernya. Data primer dalam penelitian ini adalah data hasil belajar siswa yang diperoleh di kelas sampel.
b.      Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui dokumen-dokumen atau data yang diarsipkan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data jumlah siswa.
3.5. Prosedur Penelitian
1.      Tahap persiapan
a.       Meninjau sekolah tempat penelitian diadakan
b.      Mengajukan surat permohonan penelitian
c.       Konsultasi dengan guru bidang studi yang bersangkutan
d.      Menetapkan jadwal penelitian, jadwal penelitian disusun setelah peneliti mendapatkan informasi tentang waktu pengajaran
e.       Menetapkan sampel penelitian dengan teknik random sampling
f.       Mempersiapkan perangkat pembelajaran yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja peserta didik (LKPD).
g.      Mempersiapkan kisi-kisi soal pretest dan posttest
h.      Menyusun soal prestest dan posttest
i.        Melakukan validasi RPP, LKPD, dan soal pretest dan posttest kepada tim ahli yaitu guru bidang studi matematika dan dosen.
j.        Melakukan pengujian soal pretest dan posttest

2.      Tahap pelaksanaan
Penelitian ini menggunakan satu kelas sampel, yaitu kelas eksperimen. Pada kelas eksperimen peneliti melaksanakan model pembelajaran discovery learning berbantuan alat peraga. Sebelum kelas sampel diberikan perlakuan, terlebih dahulu kelas sampel diberikan pretest untuk mengetahui hasil belajar siswa. Setelah itu, kelas sampel diberikan perlakuan dengan model pembelajaran discovery learning berbantuan alat peraga.
3.     Tahap Penyelesaian
Pada tahap penyelesaian, kelas sampel diberikan posttes, kemudian hasil tes dari kelas sampel diolah serta dianalisis untuk menentukan apakah hasil posttes yang diberikan meningkat dibandingkan hasil pretest yang telah diberikan sebelumnya.

3.6. Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah tes tertulis untuk melihat hasil belajar siswa dari aspek kognitif. Tes hasil belajar yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa adalah tes yang berbentuk essai karena bisa mendorong siswa untuk mengintegrasikan ide-idenya sendiri. Dalam penyusunan tes tersebut, peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Menentukan tujuan mengadakan tes yaitu pretest untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum diberikan perlakuan dan posttest untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan.
2.      Membuat batasan terhadap materi yang akan diuji.
3.      Membuat kisi-kisi soal uji coba tes.
4.      Menyusun butir-butir soal tes berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
5.      Membuat kunci jawaban atau pembahasan soal tes hasil belajar.
6.      Melakukan validasi tes kepada tim ahli.
7.      Melakukan uji coba tes.
8.      Analisis butir soal tes
3.7. Teknik analisis data
Analisis terhadap tes kelas sampel dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis yang ditujukan dalam penelitian. Perbedaan hasil belajar matematika dari perlakuan yang diberikan signifikan atau tidak, dapat ditentukan dengan melakukan uji t.

Referensi


Aini, I. M. (2016). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning (DL) terhadap Hasil Belajar Tematik Siswa Kelas V SD Negeri 2 Labuhan Ratu Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015. Skripsi. Universitas Bandar Lampung.

Anandita, G. P. (2015). Analisis Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP kelas VIII pada Materi Kubus dan Balok. Skripsi. UNNES

Andani, S. N. (2015).  Keefektifann Model Discovery Learning Berbantuan Prakarya Origami Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas VIII. Skripsi. UNNES

Anggita, T. D. (2016). Analisis Kesalahan Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Bangun Ruang Sisi Datar Kubus dan Balok Pada Siswa Kelas VIIIB. Skripsi. Universitas PGRI Yogyakarta

Dewi, R. K. (2011). Pengembangan Multimedia Pembelajaran “Math-Tainment: Materi Pokok Garis dan Sudut untuk SMP Kelas VII. Skripsi. UNY

Kanzunnudin, M., Zuliana, E, & Bintoro, H. S. (2012). Peranan Metode Guide Discovery Learning Berbantuan Lembar Kegiatan Siswa dalam Peningkatan Prestasi Belajar Matematika. Dosen Program Studi PGSD FKIP Universitas Muria Kudus. PROSIDING Seminar Nasional30 Maret 2013

Maharani, Y. S. 2013. Keefektifan Model STAD Berbasis Pendidikan Karakter Berbantuan CD Pembelajaran terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah pada Materi Prisma dan Limas Kelas VIII SMP Negeri 1 Lasem. Skripsi. UNNES

Riyanto, B., & Rusdy, A. (2011). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Prestasi Matematika dengan Pendekatan Konstruktivisme pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pendidikan Matematika, volume 5. No.2
Rusyida, W. Y. (2013). Studi Komparaif Model Pembelajaran CTL dan Model Eliciting Activities (MEA) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Ungaran Materi Pokok Lingkatan. Skripsi. UNNES.

Shanti, I. L., Budiyono, Isnandar, S. (2015). Ekperimentasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Discovery Learning (DL), dan Prombelm Possing (PP) Ditinjau dari Kecerdasan Majemuk Siswa pada Materi Kubus dan Balok SMP Negeri Kabupaten Demak Tahun Ajaran 2014/2015. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685 Vol.3, No.8, hal 811-823 Oktober 2015

Sukayasa. (2012).  Penerapan Pendekatan Konstruktivis untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa SD Karunadipa Palu pada Konsep Volume Bangun Ruang. Jurnal Peluang, Volume 1, Nomor 1,


Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h.99

0 komentar:

Posting Komentar